Medan, Sinarsergai.com – Praktisi Hukum Arizal SH mendukung langkah penyidik Kejatisu yang telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian dan pelaksanaan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) konstruksi Kredit Yasa Griya (KYG) oleh pihak PT BTN Medan. BTN Medan merupakan kreditur dari pihak PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA).
“Dari berita yang kita ikuti bahwa penyidik Kejatisu telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran Kredit oleg BTN kepada PT KAYA,” ucap Arizal kepada wartawan baru-baru ini.
Kita mendukung Kejatisu menelusuri alur dana dalam pengukuran tersebut, bila ada indikasi keterlibatan yang lain juga seharusnya diusut tuntas.
Lanjutnya lagi yang kita lihat adalah penyaluran kreditnya, maka untuk itu kita mendukung kejaksaan menelusuri aliran dana yang dikucurkan selain kepada kelima tersangka pada tahun 2014.
Tentunya selain CS selaku Direktur PT KAYA yang telah menjalani hukuman dalam pidum, kita juga meminta keempat tersangka dari pihak BTN yakni FS selaku Pimpinan Cabang BTN tahun 2013-2016, AF selaku Wakil Pimpinan Cabang Komersial tahun 2012-2014, RDPA selaku Head Commercial Lending Unit Komersial tahun 2013-2016. Lalu, dan AN sebagai analis komersial tahun 2012-2015, juga dilakukan penahanan sama halnya dalam kasus korupsi perbankan yang pernah ditangani Kejatisu.
Praktisi Hukum Arizal, juga mengatakan kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, katanya, berarti alat buat bukti sudah lengkap dan harus ada penahanan.
“Tersangka dalam kasus BTN ini tidak bisa ditetapkan kasus penggelapan, melainkan harus ditetapkan sebagai kasus korupsi karena memakai uang negara. Sedangkan penggelapan harus ada laporan dari direktur atau petinggi perusahaan, itu pun harus ditelusuri karena koorporasi itu bersifat sistemik,” papar Arizal.
Arizal juga mengingatkan Pidsus Kejatisu untuk segera melakukan penahanan, jangan buat bola panas dalam selimut.
“Kalau kasus korupsi ini tidak ada penahanan, maka kredibilitas kejaksaan dinilai tebang pilih terhadap kasus korupsi lain, dan tidak ada asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat,” tuturnya.
Arizal juga menyinggung Pasal 55 dimana turut serta dalam tindak pidana harus bertanggungjawab.
“Di kredit ada bagian analis, sebelum dicarikan ada analis yang melakukan peninjauan, survey lokasi, meneliti agunan atau jaminan yang diajukan kreditur kepada bank. Bila ditemukan pelanggaran SOP dalam penyaluran dana kredit Rp 39,5 miliar kepada PT KAYA, pihak BTN harus bertanggungjawab,” tegasnya.
Dalam undang-undang PT yang bertanggungjawab itu adalah perusaahaan.
“Dalam kasus ini, bisa dikategorikan tindak pidana koorporasi karena bertindak atas nama koorporasi. Aliran uang kredit di dalam nama-nama yang tertera di koorporasi perlu dipertanyakan uang apa. Pihak Pidsus Kejatisu harus jeli melihat kasus ini dari berbagai sudut pandang predikat crime,” pungkasnya.(AC/rel)