Menelisik RUU POLRI, Orde Baru Bakal Kembali Bangkit ?

By Sinarsergai Mei 26, 2024
Teks foto : Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi

Dalam kaitan RUU Polri yang demikian itulah, diperlukan kepedulian elit bangsa terlebih mereka yang kelak akan membahas RUU tersebut untuk mengambil hikmah dari kesalahan masa lalu. Kepedulian tersebut menjadi mendasar karena sejumlah Pasal RUU Polri termaksud secara nyata “sejiwa” dengan materi ex UU Nomor: 11 Tahun 1963 Tentang  Anti Subersif. Hal tersebut bisa ditilik dari rumusan “rule of the law” yang tertuang dalam sejumlah Pasal yang secara nyata tergolong kegiatan diluar masalah penegakan hukum, sehingga melampaui ketentuan yang sudah diatur dalam KUHAP dan UU lain, seperti: (1) Pasal 1. Ayat 7. kandungan makna sudah diluar soal penegakan hukum. (2) Pasal 16, 16. A dan 16. B., sebagian isinya adalah rumusan baru dari kandungan Pasal 4 dan 6 UU Anti Subersif. (3) Pasal 6,  beberapa materi otomatis bakal tumpang tindih dengan kewenangan Lembaga lain yang lebih dahulu diatur dalam UU. (4) Dan yang pasti sejumlah materi yang sifat “Rule of engagement “ justru mengarah pada kegiatan intelejen yang menjadi porsi BIN dan juga BAIS TNI.

Bukankah RUU Polri akan lebih baik, kalau dibatasi untuk penambahan dalam Pengaturan Organisasi dan Tatakerja Polri utamanya penambahan umur Angota Polri untuk memasuki masa pensiun, saja.

Rakyat Tidak Boleh Lagi Dijadikan “Kelinci Percobaan” Gagasan Elit.

Belajar dari kesalahan masa lalu, kedepan tidak sepatutnya elit bangsa ini melanjutkan cara-cara buruk yang ditempuh para pendahulunya, yang berulang kali membuat dan menerapkan aturan main bernegara yang tingkatannya baru sebatas gagasan, tanpa ada pembuktian validitas kebenaran dalam praktek negara lain sekalipun, dan kemudian di stempel dengan sebutan “ala Indonesia” dan atau “model Pancasila”. Hal tersebut menjadi utama, karena dalam prakteknya yang menanggung biaya politik dari kegagalan sebuah konsep aturan main bernegara yang menanggung adalah rakyat, sama sekali bukan elit atau keluarga dan keturunan mereka. Fakta sosial yang tergelar membuktikan bahwa kegagalan konsep “Demokrasi Terpimpin”, “Demokrasi Pancasila”, “Ekonomi Pancasila”, dan “Kontrol Sosial” melalui sejumlah perangkat  yaitu UU Subersif, peran Sospol ABRI serta keberadaan Kompkamtib yang kesemuanya SAH secara hukum, telah membuat puluhan ribu anggota keluarga dan anak keturunan ex DI/TII, PRRI/Permesta dan juga mereka yang distigma sebagai pemberontak lainnya menderita. Belum lagi puluhan juta anggota keluarga serta anak keluarga ex PKI harus menjadi miskin akibat dimarginalkan oleh negara. Dan masih banyak lagi korbaan lainnya.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *