Oleh sebab itu Sakhyan mengatakan ”untuk menyelesaikan persoalan lahan tersebut, Pemerintah Daerah maupun Pihak PTPN II, tidak boleh melepaskannya diselesaikan sendiri oleh PB Alwashliyah”.
Sebab, lanjut Sakhyan yang juga Dosen S2-S3 FISIP USU itu, persoalan ini adalah persoalan yang melibatkan kepentingan masyarakat. Para penggarap adalah anggota masyarakat yang harus mendapat perlindungan dari pemerintah, sementara PB Alwashliyah adalah pemegang alas Hak yang sah dan akan menggunakan lahan tersebut untuk kemaslahatan ummat, khususnya ummat Islam. Jadi hal ini sangat rawan, jelas Sakhyan.
Salah satu solusi yang bisa ditempuh ialah pihak PTPN II harus berpartisipasi memberikan pengganti kepada para penggarap. Toh PTPN II sudah mendapat pembayaran dari PB Alwashliyah 20 tahun yang lalu.
Seharusnya PTPN II harus bertanggung jawab untuk memberikan solusi kepada penggarap. Jangan PTPN II menangguk di air keruh. Apalagi kalau ditelusuri lebih jauh, sebenarnya PTPN II harus juga memikirkan kepentingan masyarakat, jangan hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Inilah sebenarnya “win win solution” yang paling tepat sehingga para penggarap sudah bisa segera keluar dari lahan tersebut, dan PB Alwashliayah segera dapat menggunakan lahan itu sesuai dengan yang telah mereka rencanakan, pungkas Sakhyan yang juga Ketua MPO MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara itu (ril/Zk)