Menurut Juru Sita PN Lubuk Pakam, Azhary Siregar, penyitaan ini dilakukan berdasarkan gugatan dari PT Ortala dengan nomor perkara 242 tahun 2022.
Katanya, pihak PN Lubuk Pakam hanya melakukan pembacaan penyitaan dan belum meminta para warga untuk mengosongkan lahan tersebut.
“Kalau pekerjaan hari ini tidak ada pengosongan, hanya di sita agar objek ini tidak dialihkan ke pihak lain,” kata Azhary.
Ia menyampaikan, meskipun mendapatkan penolakan dari masyarakat yang tinggal di sana, pihaknya tetap melakukan penyitaan sesuai dengan keputusan dari PN Lubuk Pakam.
“Kalau pengadilan itu bersikap pasif, apabila ada pemohon mengajukan kita tindaklanjuti. Pengadilan hanya bersifat pasif menunggu para pemohon, karena ini kepentingan para pihak,” sebutnya.
Azhary menjelaskan bahwa, jika warga yang tinggal di sana keberatan dengan penyitaan tersebut, bisa melakukan langkah sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Kalau penguasaan fisik siapa yang menguasai dahulu, tetap dia yang menguasai sampai ada keputusan lebih lanjut. Bila keberatan boleh menempuh jalur hukum, upaya hukum nya ada perlawanan terhadap sita eksekusi namanya,” sambungnya.
Lebih lanjut, dikatakannya bahwa yang terlibat sengketa di lahan dengan luas 11 hektar tersebut yakni PT Ortala dengan Serikat Tolong Menolong (STM).
“Prosesnya sudah empat tahap, di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Pengadilan Tinggi Medan, putusan kasasi Mahkamah Agung, dan Putusan PK Mahkamah Agung,” tuturnya.
Dari pantauan wartawan, pembacaan penyitaan ini disaksikan dan didengar oleh para warga yang bermukim di Komplek Perumahan LVRI (Veteran) Purnawirawan.
Para warga pun melakukan protes dengan membentang spanduk yang bertuliskan ‘Kami adalah pemilik hak atas tanah. Di tubuh kami mengalir darah veteran/pejuang dan kami menolak keras tanah kami disita’.(aac)