“Mungkin hal itu tidak mengusik Anda hari ini, namun jangan salah, apabila hal itu dibiarkan maka akan banyak lagi yang terdampak, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia,” lanjutnya.
Amnesty International menyerukan Indonesia untuk segera menghentikan impunitas dan mengusut kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Indonesia pun perlu menggalang solidaritas dengan sesama negara berkembang untuk menghentikan praktik-praktik otoriter di seluruh dunia.
70 Tahun KTT Asia Afrika dan Indonesia perlu galang solidaritas anti-penindasan
Callamard juga menyinggung serangan luar biasa dan terorganisir atas HAM yang digalang oleh presiden AS saat ini, Donald Trump. Ini adalah fenomena global dan harus dihentikan.
“Kami menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk bekerjasama dengan pemerintah-pemerintah lain di kawasan,” katanya.
Tahun ini di bulan April Indonesia akan merayakan 70 Konferensi Asia Afrika. Dia mengingatkan bahwa 70 tahun lalu, tepatnya 1955, negara-negara Asia dan Afrika datang ke Indonesia bersama-sama menyatakan penolakan terhadap penjajahan dan mencanangkan era yang baru. Tapi 70 tahun kemudian, dunia malah menghadapi era kemunduran, kembali ke era penjajahan, penindasan, agresi militer, dan genosida yang lebih buruk dari sebelumnya.
Maka, bagi Callamard, kini waktunya bagi Indonesia, sebagai pemimpin di kawasan, untuk menyerukan para pemimpin negara-negara Asia dan Afrika agar bangkit dan bersama-sama menyerukan, “Ini bukanlah era dan tatanan dunia yang ingin kita bangun!”
Pada 70 tahun lalu negara-negara di Asia dan Afrika dalam konferensi di Bandung bersama-sama mendeklarasikan hak bagi rakyat untuk menentukan nasib sendiri dan penghormatan terhadap HAM.
“Kini, pada tahun 2025, waktunya bagi kita untuk mengulangi peran yang bersejarah tersebut. Saya menyerukan kepada Indonesia untuk memainkan lagi peran bersejarah itu, dan menyatakan sikap bersama negara-negara berkembang lainnya untuk menolak Donald Trump yang membawa dunia kepada kehancuran,” tutup Callamard.
Selama di Jakarta, Callamard menemui para pejabat Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Gubernur Jakarta serta perwakilan organisasi masyarakat sipil, jurnalis, hingga korban dan keluarga korban pelanggaran HAM.