Bayangkan seorang anak dari kota besar, untuk pertama kalinya menyentuh kerang yang masih basah, menyaksikan ayahnya tertawa di lumpur, melihat ibunya memasak di tungku terbuka, dan di malam itu — untuk pertama kalinya mereka tak makan di restoran mewah, tapi di tikar, beratap langit, bersama keluarga.
Itulah wisata yang menyentuh jiwa. Itulah Batubara yang baru sedang lahir.
Dalam jejak kerang yang tertinggal di pasir, ada jejak visi. Dalam aroma laut yang menguar dari tungku, ada aroma perubahan. Dari laut ke meja makan — mimpi ini tak lagi jauh. Ia sedang ditumbuhkan. Dan ketika waktunya tiba, kita semua akan tahu: mimpi bisa dipanen, seperti kerang yang tumbuh dari sabar, dari laut yang penuh berkah. *(Penulis bersertifikat wartawan utama dewan pers)*