Lebih lanjut Dr. Alpi mengemukakan, bahwa untuk menyatakan seseorang itu telah melakukan suatu perbuatan pidana dan orang itu dapat mempertanggungjawabkan pidana tersebut mensyaratkan adanya kesalahan. Motif dapat dimaknai sebagai dorongan, latar belakang seseorang melakukan sesuatu, sesudah motif ada yang namanya kehendak atau kemauan untuk melakukan perbuatan tersebut artinya ada perbedaan antara motif dan kehendak itu.
Di samping itu, harus dipahami bahwa salah satu bentuk kesalahan itu adalah kesengajaan, yang disyaratkan dalam kesengajaan itu adalah willes end witten yang sama sekali unsur kesengajaan tidak memasukkan motif sebagai syarat dari kesengajaan dalam pemenuhan unsur delik. “Selanjutnya kesalahan dapat dimaknai sebagai kesalahan deskriptif normatif yang diajarkan oleh Pompe yang menjelaskan kesalahan itu pada hakikatnya adalah norma varkreding yakni pelanggaran norma.
“Mulyatno melepaskan kesalahan secara psikologis, ini pertama kali dikatakan dalam pidato pengukuhan Mulyatno sebagai guru besar hukum pidana dalam acara diesnatalis Universitas Gajah Mada (UGM) pada tanggal 19 Desember 1955, dan sejak itu merubah praktek hukum di Indonesia maupun dari segi teoritik, karena deskriptif normatif itu hanya ketika suatu perbuatan memenuhi unsur delik dan perbuatan itu yang dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang,” ungkapnya.
“Deskriptif normatif meletakkan motif itu di luar persoalan perbuatan pidana, namun motif dapat menandakan pelaku melakukan perbuatan pidana. Di dalam ajaran kesalahan secara psikologis tentang motif itu sebagai sesuatu yang berada diluar perbuatan pidana, motif itu dipakai sebagai hal yang meringankan atau memberatkan. Tegasnya motif itu bukan suatu elemen dari perbuatan pidana, sehingga pengungkapan motif tidak menjadi prasyarat karena bukan suatu elemen dari perbuatan pidana” tambahnya.
Menurut Dr Alpi, pengungkapan pelaku peristiwa penganiayaan Jaksa dan ASN Kejaksaan Deli Serdang yang disertai penangkapan pelaku kurang dari 10 jam telah membuka tabir efektifitas Perpres yang seharusnya didasarkan pada teknis yuridis begrefen dan algemene begrefen dengan pondasi landasan konstitusional fungsi Kamtibmas dan Kamdagri serta Pro Justisia di dalam KUHAP. Prefesionalisme Polri telah teruji secara akuntabel dan transparan ditengah konsekuensi sebagai institusi prime mover (ditengah-tengah masyarakat) sebagaimana tugas dan fungsinya dibidang penegakan hukum, pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat yang tentunya sangat rentan dengan kritik masyarakat.