Peran Ketua DPRD Sumut Sebagai Pilar Sinergi Antara Legislatif, Eksekutif dan Publik – Laman 2 – Sinarsergai
Daerah

Peran Ketua DPRD Sumut Sebagai Pilar Sinergi Antara Legislatif, Eksekutif dan Publik

×

Peran Ketua DPRD Sumut Sebagai Pilar Sinergi Antara Legislatif, Eksekutif dan Publik

Sebarkan artikel ini

“Hal ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan menjaga stabilitas demokrasi. Dengan jaringan luas dan kemampuan lobi-lobi politik yang mumpuni, Ketua DPRD Sumut dianggap mampu meredam kegaduhan politik dan menangani isu sensitif secara aspiratif, luwes dan bijaksana,” imbuhnya.

“Oleh karena itu, Sinergi kolaborasi antara eksekutif dan legislatif adalah kunci keberhasilan pembangunan daerah. Dengan kerja sama yang baik, kedua lembaga ini dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah,” tambahnya.

Ajak Publik Lebih Bijak dan Rasional

Sementara itu, Mengenai isu melemahnya fungsi pengawasan DPRD Sumatera Utara yang dituding ke publik seiring narasi ‘kedekatan’ antara Ketua DPRD Sumut, Erni Ariyanti Sitorus, dan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, Founder Nasky Milenial Center mengatakan, Sebuah tuduhan dalam negara hukum haruslah dibuktikan, bukan dimanipulasi melalui framing media. Taktik ini bukanlah hal baru. Dalam praktik global, kita mengenal apa yang disebut decapitation strategy, yaitu menyerang tokoh-tokoh kunci yang dianggap menjadi fondasi utama kekuatan politik atau kebijakan.

“Karena itu, Jika kita meninjau pendekatan public choice theory, maka serangan seperti ini bukanlah kejadian yang netral. Ada aktor-aktor yang sedang berupaya menggeser peta kekuasaan dengan cara menyerang individu kunci dalam sistem,” jelasnya.

Selain itu, Dalam studi administrasi publik, kohesi politik dan ketenangan dalam arena legislatif adalah prerequisite dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Tanpa itu, pemerintah akan selalu disibukkan dengan manuver-manuver politik yang melelahkan dan menjauhkan fokus dari pelayanan publik.

“Maka, serangan terhadap Ketua DPRD Sumut harus dibaca sebagai bentuk pelemahan terhadap struktur pendukung pemerintahan. Dan secara tidak langsung, ini juga upaya sistematis untuk menggoyang legitimasi program kerja pemerintah provinsi melalui jalur non-formal,” ucap Nasky.

Di sini perlu kita hadirkan konsep policy sabotage, sebagaimana dikembangkan dalam kajian kebijakan publik. Strategi ini dilakukan oleh aktor-aktor eksternal yang tidak mampu menyerang langsung pada pusat kekuasaan, sehingga menggunakan jalan pintas dengan menghancurkan kredibilitas orang-orang di sekitarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *