Yusril menekankan bahwa ketentuan Pasal 64-67 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jarang diterapkan secara optimal. Padahal, pasal-pasal tersebut mendekati konsep perampasan aset hasil kejahatan (asset forfeiture) yang berlaku di banyak negara maju.
“Sudah saatnya aparat penegak hukum kita menerapkan ketentuan ini secara tegas. Negara tidak boleh kalah oleh bandar judi online yang merusak moral dan ekonomi bangsa,” tegas Yusril.
Yusril juga mengingatkan pentingnya sinergi dan koordinasi antar instansi di bawah Komite TPPU agar upaya pemberantasan judi online dan pencucian uang dapat berjalan efektif dan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia dirugikan sekitar 8 miliar dolar AS atau setara 134 triliun rupiah setiap tahun akibat judi online. Sementara itu, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan total perputaran uang atau transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp 155 triliun terhitung sejak Januari hingga Oktober 2025.
Mensos Saifullah Yusuf juga menyebut lebih dari 600 ribu penerima bantuan sosial (bansos) diduga menggunakan uang bantuan tersebut untuk berjudi secara daring.
“Angka ini mengkhawatirkan. Pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi kejahatan digital seperti judi online. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi ancaman terhadap masa depan ekonomi bangsa,” tutup Yusril.
Zainal











