MEDAN, Sinarsergai.com – Kehadiran Ketua Umum PWI Pusat Akhmad Munir—yang akrab disapa Cak Munir—dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PWI Sumatera Utara pada 17–18 Desember 2025 di Medan bukanlah agenda seremonial biasa.
Di tengah padatnya agenda nasional dan proses konsolidasi organisasi yang belum sepenuhnya selesai, ia memilih datang langsung ke daerah, bahkan menegaskan niatnya untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Pilihan sikap itu mengandung pesan penting. Rakerda PWI Sumut tidak ditempatkan sekadar sebagai rutinitas tahunan organisasi, melainkan sebagai momentum strategis yang diharapkan melahirkan gagasan substantif bagi masa depan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) secara nasional.
Dalam jamuan makan malam menjelang pembukaan Rakerda di Hotel Grand Inna Medan, Selasa (17/12/2025), Cak Munir menyampaikan harapannya secara terbuka di hadapan Ketua PWI Sumut H Farianda Putra Sinik, jajaran pengurus provinsi, serta pengurus PWI kabupaten dan kota se-Sumatera Utara.
Ia mengaku sengaja meluangkan waktu hadir karena menaruh optimisme besar terhadap potensi intelektual dan pengalaman organisasi yang dimiliki PWI Sumut.
Sumatera Utara, dalam pandangan Ketua Umum, memiliki modal sejarah, dinamika, serta kedewasaan organisasi yang memadai untuk memberi warna dalam proses pembaruan PWI.
Karena itu, masukan, pendapat, dan gagasan yang lahir dari Rakerda ini diharapkan bukan hanya relevan bagi kepentingan daerah, tetapi juga representatif untuk dibawa ke forum nasional.
*Amandemen PD/PRT*
Harapan itu terkait langsung dengan agenda besar PWI saat ini: proses amandemen Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) menjadi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), sekaligus pembentukan Majelis Tinggi.
Agenda tersebut dirancang sebagai bagian dari penataan ulang tata kelola organisasi, menyusul dinamika internal dan dualisme kepemimpinan yang sempat mewarnai perjalanan PWI sebelum Munir terpilih sebagai Ketua Umum periode 2025–2030.
Dalam konteks itulah, Rakerda PWI Sumut memperoleh bobot lebih dari sekadar forum evaluasi program kerja. Ia menjadi ruang dialektika, tempat gagasan diuji, sekaligus arena kontribusi nyata daerah terhadap desain besar organisasi.













