Untuk mewujudkan segala peran dan tanggungjawab seorang mahasiswa dibutuhkan sebuah wadah pengembangan diri, wadah itu adalah organisasi. Untuk mencapai identitas sebagai kader HMI bukan sebuah hal yang mudah. Dibutuhkan kemauan, tekad, kesadaran dan rasa ingin belajar dalam menyelesaikan training kader yang sudah ditetapkan.
Sejak didirikan oleh Ayahanda Prof. Lafran pane berserta kawan–kawan pada tahun 1947, HMI menetapkan tujuan atas dua pemikiran yaitu keislaman dan keindonesiaan. Islam adalah ruh dan Keindonesiaan adalah tubuh dimana keduanya tidak dapat di pisahkan. Islam adalah ajaran secara universal yang menuntun manusia agar hidup sesuai fitrahnya demi mencapai keselamatan dan ridho Allah SWT, sedangkan Indonesia adalah proyek hidup untuk menuju kemerdekaan dan kesejahteraan.
Tepat pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H atau bertepatan pada tanggal 05 februari 1947 M Himpunan ini didirikan. Sudah Tujuh puluh enam tahun usia Himpunan Mahasiswa Islam ini berada, himpunan yang selalu mengabdi kepada negeri demi menjaga keutuhan NKRI. Saat ini, HMI usianya tidak muda lagi. Bisa saja semangatnya telah ditelan usia karena dihadapi problematika yang sering kita melihat hilangnya pendengaran, buram penglihatan, bahkan tak punya kekuatan untuk berjalan dan melawan para pengkhianat kebenaran.
Himpunan ini tidak perlu sebuah slogan karena dia bukan sebuah adegan dan tak perlu arogan karena Himpunan perlu suara dan pergerakan kader demi membela kebenaran dan menanamkan jiwa perjuangan kepada diri kader itu sendiri. Diusia senja yang tak lagi muda ini saatnya kader sejati HMI sebagai generasi negeri tercinta ini tetaplah berdiri dan menjunjung tinggi harga diri himpunan ini serta mari bersama meneruskan perjuangan untuk menyingkirkan tirani dan tetap berada didepan menyuarakan dengan lantang untuk mengumandangkan kebenaran.
Di satu sisi, Kader HmI saat ini lebih nyaman memilih pola pikir instan, ketimbang rumusan pergelaran yang dianggap terlampau rumit dan bertele-tele. Maka wajar bila capaian gerakan kita hanya sebatas tujuan “antara”. Artinya, kita pandai menggoyang ataupun menurunkan rezim. Namun, tidak siap dengan penyusunan kembali setelah runtuhnya rezim tersebut.