Medan, Sinarsergai.com-Majelis sidang kode etik menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada AKBP Achiruddin
Achiruddin terbukti melanggar kode etik Polri karena membiarkan anaknya melakukan penganiayaan.
“Bahwa Perbuatan saudara AH melanggar etika kepribadian yang pertama, kedua etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Tiga etika itu dilanggar, sehingga majelis kode etik memutuskan saudara AH untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,” kata Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (2/5/2023) malam.
Panca mengatakan, sebagai seorang anggota Polri, Achiruddin harusnya tidak membiarkan penganiayaan itu terjadi. Achiruddin harusnya melerai dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Achiruddin terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
“Berdasarkan apa yang didengar Majelis sidang kode etik, tadi sudah diputuskan terkait dengan perilaku saudara AH yang ada pada saat kejadian tersebut, di mana dia sebagai anggota Polri yang tidak sepantasnya dan tidak seharusnya membiarkan kejadian itu ada di depan matanya,” kata Panca.
“Dia seharusnya harus bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, fakta dari hasil sidang, majelis etik melihat tidak dilakukan yang seharusnya dan sepantasnya dilakukan,” sambungnya.
Panca turut menjelaskan hal yang memberatkan sehingga majelis kode etik memutuskan untuk memecat AKBP Achiruddin. Panca menyebut karena Achiruddin telah membiarkan penganiayaan itu terjadi meski dirinya berada di lokasi.
“Tentu di sana ada dasar yang memberatkan, sebagai seorang anggota polri, tidak selayaknya dia membiarkan kejadian itu terjadi, itu yang utamanya. Kedua, juga ada beberapa pelanggaran hukum, disiplin, kode etik yang sudah pernah diproses terlebih dahulu oleh yang bersangkutan. Ada lima sebelumnya, karena aturan di polri itu tiga saja pelanggaran kode etik, maka dilakukan PTDH,” jelasnya.