“Peluang masyarakat Aceh marah kepada pusat sangat besar. Ini bisa memantik kembali semangat untuk melepaskan diri dari NKRI. Jangan beri bara bagi bara,” ujarnya mengingatkan.
Menurutnya, penetapan Mendagri telah melanggar substansi Perjanjian Damai MoU Helsinki, khususnya pasal yang menyatakan bahwa wilayah Aceh kembali ke peta per 1 Juli 1965.
“Ini bukan hanya soal wilayah kecil, tapi soal penghormatan terhadap perjanjian damai dan martabat bangsa Aceh. Bila perjanjian diabaikan, maka ketidakpercayaan pada pemerintah pusat akan semakin dalam,” tegas Syech Wan.
Lebih lanjut, ia mengutip putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil yang secara tegas melarang pengalihan fungsi dan status pulau tanpa dasar hukum kuat serta perlindungan terhadap lingkungan dan kedaulatan.
Dalam pandangan fikih Islam, tambah Syech Wan, menjaga wilayah (ḥimāyah al-dār) merupakan fardu kifayah yang harus dijalankan bersama antara rakyat dan pemimpin. Hal ini ditegaskan oleh para ulama besar seperti Imam al-Māwardī dan Imam al-Ghazālī, yang menempatkan integritas wilayah sebagai bagian dari kemaslahatan umat.
“Hormati damai Aceh. Jangan ganggu wilayah kami. Jangan mainkan api di atas abu perjanjian damai. Kami ingin hidup tenang, tapi tak akan diam jika tanah kami dirampas,” pungkasnya.
Zainal Abidin
