Jakarta, sinar sergai com. Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa negara memiliki kewenangan untuk merampas uang hasil kejahatan judi online berdasarkan putusan pengadilan.
Dalam pidato kunci pada acara ‘Diseminasi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2025: Penguatan Komite TPPU dalam Upaya Disrupsi Kejahatan Judi Online dan Pencucian Uang di Indonesia’ di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Selasa (4/11), Yusril mengungkapkan bahwa perampasan uang hasil kejahatan judi online dapat dilakukan dengan proses acara cepat, yaitu hanya dalam waktu tujuh hari sesuai ketentuan Pasal 64-67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Negara berhak merampas uang bandar dan pemain judi online berdasarkan putusan pengadilan. Mekanismenya dapat dilakukan hanya dalam waktu tujuh hari untuk diputus, sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ini bagian dari upaya nyata negara dalam menegakkan kedaulatan hukum dan memberantas kejahatan ekonomi digital,” tegas Yusril.
Yusril juga menekankan bahwa judi online merupakan tindak kejahatan serius yang menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial bagi negara. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus memanfaatkan mekanisme hukum yang telah tersedia untuk menindak dan merampas hasil kejahatan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Yusril juga menjelaskan bahwa bandar judi dapat dijerat pidana maksimal 10 tahun penjara sesuai Pasal 303 KUHP, sementara pemain judi dapat dikenai pidana tiga tahun penjara berdasarkan Pasal 303 bis KUHP.
Yusril mengakui bahwa transaksi uang judi online sering lolos dari pantauan karena menggunakan cryptocurrency dan dompet digital. Namun, PPATK memiliki kemampuan untuk mengungkapkan transaksi jenis ini.
“Jika dalam 20 hari tidak ada keberatan, PPATK dapat menyerahkan temuannya kepada penyidik. Jika dalam 30 hari pemilik uang tidak muncul, penyidik dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menetapkan uang tersebut sebagai aset negara,” jelas Yusril.











