Padahal dalam dakwaan penuntut umum tidak menguraikan perbuatan terdakwa yang dikatakan sebagai perbuatan pidana, dimana pada Senin, 18 Februari 2019 sekitar pukul 10.00 Wib, disebut bahwa Octoduti Saragih Rumahorbo dan Albert menemui Joni Halim dirumahnya Jalan Flores, menyampaikan keinginan Dadang Sudirman untuk memimjam uang senilai Rp4 Milliar yang akan dibayar menjadi Rp6 Milliar dengan jaminan satu set SHGB No.2043, atas nama PT Cikarang Indah (tanda bukti hak) yang terletak di Desa Karang Asih, Kecamatan Cikarang, Bekasi Jabar. Mendengar penjelasan saksi korban Joni Halim menjadi tertarik atas penawaran yang diajukan oleh Dadang, kemudian Joni pun menyerahkan uang Octoduti Saragi Rumahorbo, papar Dr.H.KRH Yosodiningrat dalam eksepsinya dihadapan majelis hakim.
Kemudian pada 22 Februari 2019, di suatu kawasan di Jakarta Selatan, dimana Octoduti bertemu dengan Dadang dan Ir Diah serta Budi, kemudian uang itu diserahkan senilai Rp3 Milliar kepada Dadang dengan cara mentransfer pindah dana ke BCA, selanjutnya Dadang menyerahkan satu set SHGB No.2043, dan dilanjutkan dengan membuat PPJB No.3 pada 22 Februari 2019 antara Dadang dan Octoduti.
“Bila melihat uraian ini maka pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lah yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara dimaksud,”ucap Ketua Tim Advokat Anwar Tanuhadi.
Sedangkan sisanya senilai Rp1 Milliar diserahkan oleh Octo secara tunai kepada Dadang pada 23 Februari 2019, dengan tanda bukti kwitansi yang saat itu Octo datang bersama Budi.
Dimana Budi menyakinkan Octo bahwa terdakwa bisa mencairkan dana dari Bank menggunakan sertifikat dalam waktu satu bulan paling sedikit mencapai Rp50 Milliar. Dimana terdakwa punya plafon ratusan milliar dimana Bank terdakwa merupakan Group dari Dadang Sudirman, Budianto alias Budi dan Ir Diah Respati K Widi.
“Jadi tidak jelas soal penyerahan tersebut yang tidak menyebutkan locus delicti, baik itu soal penyerahan uang maupun sertifikat SHGB tersebut,”ucap Dr.H.KRH Yosodiningrat.
Oleh karenanya pada tingkat penyidikan maupun penuntutan seharusnya bisa menilai keterangan Octoduti, maka untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil dalam perkara ini, harus diperiksa saksi-saksi yang semuanya beralamat di Jakarta untuk mengetahui legalitas dan mekanisme terdakwa sehingga memperoleh seluruh saham PT Cikarang Indah termasuk aset berupa bidang tanah dengan SHGB (yang dijadikan objek dalam dakwaan tindak pidana penadahan), diperolehnya secara sah menurut hukum sesuai prosedur sebagaimana diatur UU.40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.