Padahal sesungguhnya SK seluruh dosen baik si pelapor itu sudah terjadi perubahan dua kali 2021 dan Desember 2020 sementara SK yang dibawa adalah SK yang keluar tahun 2017.
Berdalih merasa dirugikan dan kemudian membuat laporan di kepolisian yang seakan-akan informasi yang diberikan tidak didukung oleh data dan fakta yang valid secara hukum ini sangat merugikan bagi semua pihak terutama universitas atau institusi dan juga bagi terlapor sendiri.
Sebagaimana dalam SK penugasan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mempublikasi mengirimkan mengupload dan juga mendata seluruh kewajiban yang berkaitan dengan BPJS tenaga kerja adalah Dewi bukan rektor UMSU.
“Sehingga dalam hal ini tidak ada satupun yang berkaitan dengan pendelegasian ataupun wewenang yang diberikan langsung oleh rektor UMSU yang merupakan kewenangannya kepada orang lain,” ujarnya.
Sesuai dengan tupoksi berdasarkan SK yang berkaitan dengan BPJS ketenagakerjaan untuk urusan pembayaran baik berdasarkan sistem yang ada maupun perkembangan yang akan ke depan itu merupakan kewenangan klien saya sehingga hal ini menurut pendapat saya agak sedikit di politisasi yang dapat menurunkan citra dan merusak martabat seseorang.
Hal ini tentu membawa efek negatif baik bagi pelapor maupun bagi institusi sehingga ada tindakan dan upaya yang sudah dilakukan oleh universitas baik secara pemeriksaan etik terhadap bersangkutan.
“Tentu apabila diperoleh pelanggaran etik akan berujung berupa pelanggaran berat yaitu pemecatan bagi para pelapor maupun bagi para saksi yang sudah menguatkan laporan dan notabene memberikan keterangan tidak sesuai dengan penghasilan yang diceritakan masing-masing,”ujarnya.
Sependapat dengan kuasa hukum Bendahara Keuangan UMSU Dewi, yakni Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Prof. Dr. H. Triono Eddy, SH.,M.Hum menilai bahwa perlakuan yang dilakukan oleh pelapor dan juga saksi tentu diluar batas nalar dan sudah menghitung untung rugi baik bagi dirinya yang berkaitan dengan profesi sebagai dosen di UMSU.