“Mengenai institusi polisi ditaruh kembali di bawah institusi TNI, ya jelas enggak setuju lah, enggak setuju,” kata Soedeson dalam keterangannya, Jumat (29/11/2024).
Hukum militer, kata Soedeson, memiliki perbedaan mendasar dengan hukum sipil, sehingga tidak sesuai jika Polri ditempatkan di bawah institusi militer.
Wakil Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini juga menegaskan bahwa Polri adalah bagian dari eksekutif dan bertugas sebagai penegak hukum.
“Polisi itu adalah organ di bawah eksekutif dan penegak hukum. Bagaimana bisa ditempatkan di bawah institusi militer? Itu enggak benar,” tegasnya.
Soedeson yang juga mantan Ketua Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia (HKPI) menolak usulan agar Polri berada di bawah Kemendagri.
Dia menilai, fungsi polisi sebagai perpanjangan tangan presiden dalam penegakkan hukum sangat berbeda dengan tugas Kemendagri yang fokus pada administrasi pemerintahan dalam negeri.
“Polisi itu kepanjangan tangan presiden di dalam penegakan hukum, sedangkan Kemendagri mengurusi administrasi pemerintahan. Beda jauh. Jangan dicampuradukkan,” katanya.
Menurut Soedeson, usulan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi yang telah mengubah pemerintahan Indonesia menjadi pemerintahan sipil.
Dia juga mengingatkan agar permasalahan di tubuh Polri tidak diselesaikan dengan langkah-langkah yang keliru.
“Ada pepatah, kalau ada tikus di dalam lumbung padi, jangan padinya yang dibakar, tapi tangkap tikusnya. Kepolisian itu bukan seluruhnya buruk. Ada juga yang baik. Yang harus kita dorong adalah memperbaiki sistem, pendidikan, dan profesionalisme,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, mengusulkan agar institusi Polri kembali berada di bawah kendali Panglima TNI atau Kemendagri.